Jumat, 04 Maret 2016

Adiksi Kardiomiopati


Disini tempatku pertama mengenalmu, menanam benih yg kuharap tumbuh menjadi kasih
Silued hitam yang selalu kurindukan, karna memang tak pernah kutemui jalan terang ketika mendekat menggapai dirimu yang hanya tersirat

Mencintaimu laksana bunga mawar,
kasihmu begitu harum namun memendamnya begitu sakit
Bagaimana mungkin aku mencintaimu,
sedangkan kau adalah jalan yang tak pernah kulalui
Bagaimana mungkin aku mengagumimu,
jika kau adalah antidispersi bagi ragaku
Bagaimana mungkin aku tetap mengejarmu,
jika bayangmu saja tak pernah kukenali

Kau adalah kau, aku adalah aku dan kita adalah kata yang tak pernah terucap
Cinta adalah kamu, namun aku tak berarti kamu
Jika cinta berarti tak bisa dipaksa, akupun tak pernah menuntut kau untuk mencintaiku maka bebaskan aku untuk tetap menaruh rasa padamu

Kamis, 18 Februari 2016

Hakikat Rindu



Hanya ucapan selamat malam yang bisa kuuntai untukmu, yang kutahu memang tak mungkin mensejajarkan langkahku bersamamu,
Selalu....

Menunggu, kesamaan kita selalu. Menggelayut pilu pada suatu rindu yang kita visualisasikan dalam benak dengan harap-harap akan temu.
Aku, yang selalu menunggumu.
Dia, yang selalu kamu tunggu.
Dari dulu....

Tak terelakan, kita adalah organisme yang identik. Dimana kamu yang suka tersakiti karna menunggunya, dan aku yang suka tersakiti karna menunggumu berpaling darinya.
Penuh tanya.....

Tak lepas dari semua itu, waktulah dalang dibalik pertemuan dan penyesalan. Dia mengatur kita mencintai, dan membuat kita juga tersakiti. Namun dia juga menyajikan penawar yang pasti pada hati yang mau mengerti dan menghargai.
Keiklasan hati....

Namun cukupkan semua itu, aku hanya ingin menitipkan pesan sebuah hakikat rindu. Dimana aku yang tak lelah menunggu, berharap pada sebuah temu kita telah dipersatukan oleh waktu,
Iya, hanya kita, aku dan kamu....

Senin, 01 Februari 2016

Elegi Sebuah Rindu


Rasa acuhmu padaku kutafsirkan dalam berabgai penjelmaan,
Kadang ku berpikir itu adalah caramu menguji sebrapa keras aku mengusahakan dan mempertahankan mu,
Kadang ku berpikir itu adalah caramu mengusirku untuk menjauh dari kehidupan mu
Kadang ku berpikir itu adalaah caramu membuatku tak mencintaimu lagi dan berharap aku mencari bidadari sebagai pengganti

Namun, jelas terpapar baik dulu, kemarin, hari ini mungkin juga besok bahwa tak bisa kutepis rasa yang semakin menggaris,

Tak kupungkiri cinta yang semakin membuatku iri,
Kadang kumemilih untuk mengebiri rasa ini, namun apalah dayaku semakin ku berkata aku tak mencintaimu semakin pula dirimu menelusup dan membuat ruang baru didalam hati yg sebenarnya memang tak pernah kuijinkan seorangpun untuk mengisi
kau datang begitu cepat dengan tanpa ku berpendat

Bagaimana bisa, aku mengharapkan mu disaat dirimu tak lagi didekatku
Bgaimana bisa, aku tak berpaling darimu setelah sekian kata tak pernah kau anggap makna
Bgaimana bisa, aku masih saja mengejarmu disaat kata 'tidak' telah terlontar dari bibir tipismu

Bagaimana bisa,

Bagaimana bisa aku tak mencintaimu bila tempat ku mendamba hanyalah hatimu
Bagaimana bisa , aku berpindah bila hanya kau lah tmpatku singgah,

Kamis, 17 Desember 2015

Uang dan Kekuasaan


Uang dan Kekuasaan
karya : Ristanto


Hai nak, bagaimana kau akan bernapas bila tiap detik napasmu dikebiri oleh api dan ketamakan uang korupsi,
Rumahmu tak ada lagi, rumahku tak bisa ditempati lagi. Semua berkat jasa koruptor yang keji

Ucapkanlah selamat wahai anak adam, pada mereka yang semakin memperkaya diri dengan terus menindas kami
Ucapkanlah selamat pada mereka yang tak segan menembaki bahkan mengusir kami dari rumah kami sendiri
Ucapkanlah selamat pada orang yang katanya cendikiawan berdasi namun sama sekali tak memiliki hati nurani
Ucapkanlah selamat bagi mereka wahai anak adam,
Ucapkanlah karna berhasil membunuh jenis mereka sendiri, nanti

Rintihan kami memang tak bisa kalian mengerti.
Bukan,
Kalian mengerti namun hanya menutup hati karna terganjal oleh ketamakan diri
Kalian hidup karena makan dari kami, namun kalian mati karena mematikan dirimu sendiri
Wahai anak adam, sampai kapan kalian begini. Terus mengebiri kami terus menindas kami

Senin, 14 Desember 2015

fatamorgana kelana

 
Rasa acuhmu padaku kutafsirkan dalam berbagai penjelmaan,
Kadang ku berpikir itu adalah caramu menguji sebrapa keras aku mengusahakan dan mempertahankan mu,
Kadang ku berpikir itu adalah caramu mengusirku untuk menjauh dari kehidupan mu
Kadang ku berpikir itu adalah caramu membuatku tak mencintaimu lagi dan berharap aku mencari bidadari sebagai pengganti
 
Namun, jelas terpapar baik dulu, kemarin, hari ini, mungkin juga esok, bahwa tak bisa kutepis rasa yang semakin menggaris,
Tak kupungkiri cinta yg semakin membuatku iri,
Kadang kumemilih untuk mengebiri rasa ini, namun apalah dayaku semakin ku berkata aku tak mencintaimu semakin pula dirimu menelusup dan membuat ruang baru didalam hati yang sebenarnya memang tak pernah kuijinkan seorangpun untuk mengisi
kau datang begitu cepat dengan tanpa ku berpendapat

Bagaimana bisa, aku mengharapkan mu disaat dirimu tak lagi dekat denganku
Bgaimana bisa, aku tak berpaling darimu setelah sekian kata tak pernah kau anggap makna
Bgaimana bisa, aku masih saja mengejarmu disaat kata 'tidak' telah terlontar dari bibir tipismu
Bagaimana bisa,
Bagaimana bisa, aku tak mencintaimu bila tempat ku mendamba hanyalah hatimu
Bagaimana bisa , aku berpindah bila hanya kau lah tempatku singgah,

Bodoh, kata yg sering terucap dari wanita yang berusaha membuatku melupakan mu namun tak sedikitpun kasihnya menggemingkan obsesi akan dirimu
memang kau nampak seperti obsesi tanpa kata berhenti,
bukan, lebih tepatnya kau adalah sepenggal kata yang tak sempat diucapkan tunawicara, atau kau adalah persepsi lukisan dari mereka para orang buta,
hah, lelah memang menggambarkanmu, karena memang tiada kata yang bisa menggambarkan ciptaanNya dalam wujud indah sepertimu.

fatamorgana kelana
karya : Ristanto

Senin, 23 November 2015

Wahai Hawa


Wahai Hawa
oleh : Ristanto

Biarkanlah aku berhenti sejenak dalam mengejarmu,
Hah, terasa letih memang tiap sendi yang selalu kau nikmati
Wahai hawa pemilik senyum itu,
Senyum tipis yang kau gores pertama kali ku memandangmu,
Wahai hawa pemilik goresan tipis alis itu,
Yang selalu ku jadikan gurauan atas dirimu,
Hah, lelah memang memendamnya sendiri,
Wahai hawa pemilik paras cerah pengusir gundah,
Wahai hawa pemilik nama yang sering kueja tiap untaian doa,
Kupandang indahnya dirimu dibalik diamnya sikapku,
Kujelajahi tiap inci detail indah karismamu dalam deru imajinasi yang semakin menggebu,
Fluktuasi harmoni tak dapat kuhindari dari mengenal dirimu yang tertaut pada diri pribadi
Ah, sudahlah cukup lelah aku menyembunyikannya
Cukup lelah aku menyimpannya,
Wahai hawa pemilik rasa ini, izinkanlah aku mengejarmu lagi,
Namun cobalah pelankan langkahmu agar bisa kuimbangi dengan perasaanku,
Ah, sudahlah terlalu banyak aku bicara,
Wahai hawa terimalah rasa yang hina ini tautkanlah pada hati,
Wahai hawa terimalah cinta ini tautkanlah pada napasmu,
Karena tak berhak aku memaksakan dia untuk dirimu.

                                                                                  Malang, November 23, 2015

Rabu, 18 November 2015

Bukan Cinta Tapi Kita

Bukan Cinta Tapi Kita
oleh: Ristanto

Lagi, kau padam kan api yang mulai kusulut dari abu kecewa.
Kau benamkan lagi napas lembut kedalam aliran air yang semakin membuatku larut.
Nyaman,
Kata yang mewakili perasaan mu padaku, tapi masih saja kau ingat dia yang dulu
Masalah,
Tak pernah ku permasalahkan haruskah kau lupakan.
Namun,
Namun sedarilah kau telah terluka kesekian kalinya
Jenuh,
Apa kau tidak jenuh dengan peluh yang semakin mengeluh
Sakit,
Kau berkata "apa kah kau tahu sakitnya yg kurasakan?"
Entah,
Entahlah, apa kah seperti ini yang engkau rasakan.
Tapi,
Tapi hati seperti tersayat, tertusuk, dan terkoyak saat kau menangis di lebatnya gerimis.
Cinta,
Kuanggap tiada cinta, karena cinta bukanlah cinta bila dia tak berarti kita.