Senin, 23 November 2015

Wahai Hawa


Wahai Hawa
oleh : Ristanto

Biarkanlah aku berhenti sejenak dalam mengejarmu,
Hah, terasa letih memang tiap sendi yang selalu kau nikmati
Wahai hawa pemilik senyum itu,
Senyum tipis yang kau gores pertama kali ku memandangmu,
Wahai hawa pemilik goresan tipis alis itu,
Yang selalu ku jadikan gurauan atas dirimu,
Hah, lelah memang memendamnya sendiri,
Wahai hawa pemilik paras cerah pengusir gundah,
Wahai hawa pemilik nama yang sering kueja tiap untaian doa,
Kupandang indahnya dirimu dibalik diamnya sikapku,
Kujelajahi tiap inci detail indah karismamu dalam deru imajinasi yang semakin menggebu,
Fluktuasi harmoni tak dapat kuhindari dari mengenal dirimu yang tertaut pada diri pribadi
Ah, sudahlah cukup lelah aku menyembunyikannya
Cukup lelah aku menyimpannya,
Wahai hawa pemilik rasa ini, izinkanlah aku mengejarmu lagi,
Namun cobalah pelankan langkahmu agar bisa kuimbangi dengan perasaanku,
Ah, sudahlah terlalu banyak aku bicara,
Wahai hawa terimalah rasa yang hina ini tautkanlah pada hati,
Wahai hawa terimalah cinta ini tautkanlah pada napasmu,
Karena tak berhak aku memaksakan dia untuk dirimu.

                                                                                  Malang, November 23, 2015

Rabu, 18 November 2015

Bukan Cinta Tapi Kita

Bukan Cinta Tapi Kita
oleh: Ristanto

Lagi, kau padam kan api yang mulai kusulut dari abu kecewa.
Kau benamkan lagi napas lembut kedalam aliran air yang semakin membuatku larut.
Nyaman,
Kata yang mewakili perasaan mu padaku, tapi masih saja kau ingat dia yang dulu
Masalah,
Tak pernah ku permasalahkan haruskah kau lupakan.
Namun,
Namun sedarilah kau telah terluka kesekian kalinya
Jenuh,
Apa kau tidak jenuh dengan peluh yang semakin mengeluh
Sakit,
Kau berkata "apa kah kau tahu sakitnya yg kurasakan?"
Entah,
Entahlah, apa kah seperti ini yang engkau rasakan.
Tapi,
Tapi hati seperti tersayat, tertusuk, dan terkoyak saat kau menangis di lebatnya gerimis.
Cinta,
Kuanggap tiada cinta, karena cinta bukanlah cinta bila dia tak berarti kita.

Sabtu, 07 November 2015

DINDA


DINDA
 oleh: ristanto

     Benar, aku hanya bisa terpatung bisu saat kau bertanya siapakah Dinda yang mendampingiku saat ini
Entah kau akan tahu ataukah diriku tetap terpatung bisu, mengakui bahwasanya Dindaku masihlah dirimu
Dirimu, 
Dirimu yang dulu kala menggengam tanganku dengan erat kala Dinda takut
Bersandar dipundakku kala dinda letih, mencari dadaku kala Dinda tak sanggup lagi menahan tangis
dan mencari sosok bodoh ini kala Dinda tak tahu lagi harus kemana lagi

    Kini engkau, yang dulu kupanggil Dinda telah menjadi Dinda bagi lelaki lain
Dinda kini engkau telah menemukan Kanda yang tak sebodoh Kandamu dahulu
Aku yang dulu bodoh karena semudah itu merelakan, tak mengusahakan, dan tak mempertahankan mu

    Sekarang patung ini telah menyadari sesuatu yang telah aku relakan, lepaskan tidak mungkin dapatku genggam lagi
Dinda, engkau tetaplah menjadi Dinda dihatiku baik dulu, sekarang, ataupun nanti
Hanya saja, mungkin kan ku samarkan namamu menjadi seorang sahabat, karena tak berhak lagi diri ini memanggilmu dengan kata Dinda lagi.
salam dari hati yang masih tertaut dengan namamu, dengan kasihmu, dengan cintamu.